Pekanbaru, Rakyat45.com – Sejumlah organisasi wartawan di Kabupaten Pelalawan, seperti IPJI, PJI, PPWI, SIJI, dan JMSI, turun tangan mendampingi seorang jurnalis yang merasa difitnah oleh akun TikTok @chikachika570. Kasus ini menjadi perhatian setelah video yang diunggah akun tersebut viral dalam beberapa hari terakhir.
Sonifati Lahagu (45), seorang jurnalis di Kabupaten Pelalawan, resmi melaporkan akun TikTok @chikachika570 ke Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Riau di Kota Pekanbaru pada Kamis (30/1/2025). Ia menegaskan bahwa unggahan akun tersebut telah mencemarkan nama baiknya dan rekan-rekan jurnalis lainnya.
Dalam konferensi pers bersama ketua organisasi pers Pelalawan, Soni—sapaan akrabnya—menjelaskan bahwa video yang diunggah akun TikTok tersebut merekam dirinya dan beberapa jurnalis serta anggota LSM saat berada di SPBU Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras.
“Video itu memperlihatkan wajah saya dan teman-teman dengan caption yang menuding kami sebagai preman dan melakukan pungli. Tentu saja, ini adalah fitnah yang mencoreng nama baik kami,” ujar Soni dengan nada kecewa. Ia juga mengungkapkan bahwa keluarganya ikut menjadi sasaran perundungan akibat viralnya video tersebut.
Ketua SIJI Kabupaten Pelalawan, Amri, menegaskan bahwa kehadiran para ketua organisasi pers di Polda Riau merupakan bentuk dukungan terhadap Soni dan semua jurnalis yang merasa dirugikan.
“Dari video yang beredar, tidak ada tindakan pungli yang dilakukan. Namun, caption yang menyertainya justru mengarahkan opini publik seolah-olah para jurnalis di Pelalawan terlibat dalam aksi pungli. Ini tentu merugikan dan merusak citra jurnalis di daerah kami,” ujar Amri.
Hal senada juga disampaikan Ketua JMSI Kabupaten Pelalawan, Erik Suhenra, S.I.Kom. Ia menyayangkan penyebaran video viral yang menurutnya dapat menimbulkan kegaduhan di kalangan jurnalis dan masyarakat Pelalawan.
“Jika memang ada dugaan pungli, seharusnya hal tersebut dibuktikan secara hukum, bukan sekadar diviralkan di media sosial tanpa dasar yang jelas. Apalagi, media sosial bukan produk jurnalistik yang memiliki tanggung jawab hukum sebagaimana pers,” tegas Erik.
Ia berharap laporan ini diproses sesuai hukum yang berlaku serta menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam menggunakan media sosial secara bijak.
“Jangan sampai media sosial menjadi hakim yang menggantikan hukum sebagai panglima tertinggi di negeri ini,” tutupnya.*